‘ATUR SAJALAH’
Kata itu cukup menggelitik ketika sore menjelang malam, pada satu tempat dimana para desainer berkupul. Kita lebih akrab tempatnya yaitu ’setting komputer’ dimana tempat itu tempat mensetting segala bentuk cetakan, apakah itu koran, kalender, poster dan lain sebagainya. Kalau istilahnya adalah ’palu gada’ (apa lu mau gua ada). Ngobrol berawal dari sebuah hobi desain hingga program kiblatnya para desainer. Ya macem-macem, ada yang mengacu pada program itu saja, ada yang mengkombinasikan dengan program lain.

Ngelantur sana-sini akhirnya mentoklah cerita kepada militer. Ceritanya juga tidak jauh-jauh seputar desain. Saya memanggilnya bang rika. Orangnya sudah lumayan berumur ketimbang saya, tetapi gak kalah gaulnya kalau ngumpul denga rekan seprofesi. Kembali lagi kepada cerita awal. ”waktu itu abang dapat order dari kepolisian lalu lintas, untuk membuat bahan sosialisasi cetak, abang cuman ngekor aja dengan teman abang yang memang sebagai bawahanya. Kalau di militer itu jawabannya cuma satu yaitu ’siap’ tidak lebih dari itu, kalau mau lebih tinggikan dulu pangkatnya”. Ngelantur panjang hingga sana sini. ”kalau dimiliter itu ya memang seperti itu, siap, siap dan siap. Kalau tidak, ’atur sajalah’. Pada cerita yang panjang akhirnya pada cerita-cerita lucu tentang militer. ”pernah teman abang dulu kena tampar, gara gara lebih kata-kata” biasalah militer. Kata pepatah melayu bilang. Amanat kata berlebih, amanat harta berkurang. Nah itu yang terjadi, seharusnya militer menjawab perintah atasan adalah ’siap’ ternyata teman bang rika ini menjawab lebih. ’siap komandan’ plak...siap komandan, plak...hingga tiga kali. Akhirnya komandanpun berlalu. Dengan wajah merah, bawan itu berpikir, kira-kira apa salah dia. Beberapa menit kemudian.....Ooo...iya, ’siap’. Huh, cuman lebih sedikit aja sampai babak belur. Akhirnya kami tertawa ngakak nggak karuan, ada yang batuk-batuk hingga dahak nya keluar (ukgrh...jijik...).

Panjang cerita hingga akhirnya pada BIN (Badan Intelijen Negara). Ini lebih sadis lagi, kalau gak mau bejeng (senjata api) yang keluar. Pernah teman saya, waktu itu mau demo presiden, karena ada kunjungan ke kantor gubernur. Akhirnya BIN menawarkan negosiasi, UUD (ujung-ujungnya duit). Teman saya ditawarin duit 500rb (setelah dibuka). Teman saya cukup idealis, gak mau dan ngotot gak mau terima uang itu. Akhirnya BIN dengan senyum dan mengeluarkan bejengnya di atas meja dan di tutup kain lap. Teman saya tersentak, dan merunduk. Akhirnya, ”terimakasih pak” sambil beralu dan menggenggam amplop. BIN itu hanya tersenyum-senyum.

Panjang cerita hingga sampai cerita ke Presiden. Parahnaya lagi kalau Presiden dari militer. ”atur saja lah”, kata kata itu yang membuat bawahan berdegup kencang jantungnya. Pertanyaan macem-macem dibenaknya. Parahnya lagi kalau itu merugikan. Contoh, pak ini bagaimana sebaiknya masayarakat ini. Kita libas atau bagaimana? Apa jawabanya? ’atur saja lah’ nah ketika masyarakat sudah tergusur dan terbunuh, jawab pimpinan. ”kamu kan saya suruh atur, bukan suruh membunuh, goblok” (boy)
Indosat Short Movie Competition



silahkan kunjungi web berikut: http://www.indosatshortmovie.com/
DUNIA, SAATNYA HEMAT KERTAS
Selesai melakukan aktifitas sebagai pengajar, dengan wajah layu yang menyusuri jalan sempit di perkotaan, ternyata ini memberikan inspirasi yang luar biasa bagi saya untuk menulis mengenai kertas. Ternyata sempitnya perkotaan juga memberikan makna lebih bagi lingkungan dan kelanjutan alam ini.
Ketika pulang, jarak 15 KM tidaklah jarak yang dekat bagi saya, karena setelah memberikan materi pengajaran yang cukup memeras pikiran ini begitu memelahkan. Ketika berada dijalan sempit itulah saya menemukan sebuah hal yang mengusik fikiran. Saya memang hobi bercerita sendiri ketika diatas kendaraan. Suka ngomel-ngomel sendiri bahkan hingga berpikir kesesuatu yang mustahil.
Suasana pilkada, ini yang mengusik saya. Ketika menyusuri jalan sempit itu, saya melihat bendera partai polotik. Wah, warna-warninya begitu pas tepat mengenai pikiran saya mengenai ilmu periklanan. Ketika orang “ngeh” atas iklan, paling tidak adalah melirik, maka pesan yang di sampaikan pengiklan sudah hampir sampai, dan mungkin sudah sampai. Tetapi pada tataran “menggoda” untuk orang melihat. Dan itu adalah saya sebagai korbannya. Bendera parpol itu berukuran kcil, tetapi asik dilihat. Bentuknya yang simpel dan tidak muluk-muluk. Hanya warna dasar kain dan sedikit sentuhan warna pada logo dan tulisan partai politik. Tetapi ternyata ada yang lebih menggoda dan itu sangat dahsyat, ternyata bendera parpol itu berdiri diatas kayu kecil dengan panjang antara 0.5-1.5 meter.
Kemudian saya berpikir, berapa kira-kira berapa jumlah bendera dalan setiap kota. Saya bertanya kepada rekan-rekan saya yang menjadi tim sukses, ternyata dalam setiap kota, mereka menancapkan antara 1000-2500 bendera/umbul-umbul parpol. Nah, berapa parpol di Indonesia yang mengikuti pemilu periode ini ada 34 parpol. Kita bisa menghitung jika kita menghitung rata-rata dari parpol mengibarkan umbul-umbul dan bendera dengan jumlah 1500 saja maka dari 34 parpol tersebut menebang kayu untuk satu kota adalah 51000 pohon kecil. Itu baru parpol, belum lagi hajatan atau kegiatan yang lainnya. Sementara program pemerintah untuk reboisasi dalam setiap tahun, untuk satu wilayah tidak mencapai angka tersebut. Kita bisa perbandingkan ini dengan perusahaan perusak lingkungan yang menebang phonon tanpa izin alias maling. Tetapi ini adalah bukan suatu pembelaan terhadap salah satunya, kalau perusaan menebang tidak perduli akan musim, mau tahun kapanpun ia akan terus menebang. Tetapi jika parpol, ini musiman saja, yaitu pada saat-saat menjelang pemilu saja.
Mari, analisa sederhana kita lanjutkan. Dalam satu kota seluruh parpol menghabiskan 51000 batang pohon, nah di riau ada 11 kabupaten/kota. Maka jumlah pohon yang ditebang adalah 51.000x11=561.000 pohon. Dan itu baru jumlah dalam kota, belum lagi yang masuk ke desa, kecamatan dll. Dan lagi-lagi, itu baru saja pohon yang di tebang, belum kita hitung berapa jumlah pohon yang mati akibat ulah para parpol (memasang bendera, spanduk, baliho, dll) karena kena tusukan paku. Sementara itu, program pemerintah untuk reboisasi berapa kayu yang ditanam itu hidup? Dan berapa banyak jumlah yang mati? Sungguh angka yang fantastis bukan? Itu belum lagi kebutuhan kertas untuk media kampanye mereka.
Kita ambil contoh lahan Lebarnya 8 kaki, panjangnya 4 kaki, dan tingginya 4 kaki. 3 kaki kira-kira sama dengan 1 meter. Apa saja yang bisa dihasilkan oleh lahan ini? Ternyata pohon-pohon itu bisa menghasilkan 1000-2000 pon kertas, atau 1/2-1 ton kertas, atau 942.100 halaman buku, atau 4.384.000 perangko, atau 2700 eksemplar koran. Sebandingkah ini dengan satu sisi penghancuran hutan? Ini kita tinjau baru dari satu sisi. Belum lagi pengrusakan yang lain, para mavia-mavia hutan, pengusaha yang tidak ramah lingkungan dan lain sebagainya.

SELAMATKAN HUTAN KITA....
Shodik Purnomo